Minggu, 05 April 2015

cerpen "zaman zomby"



"zaman zomby"

Dia masih terengah berlari, dengan nafasnya yang seperti itu dia mungkin akan segera terjatuh dan pingsan. Dia menyempatkan melihat belakang, dan ternyata yang mengejarnya sudah entah kemana. Dia duduk dengan mata waspada, dia terus mengawasi pohon-pohon beringin pada sisi-sisi jalan. Dia bernafas sepuasnya, menggesek-gesekkan telapak tangannya. Dia heran padahal pakai mantel yang cukup tebal, tapi dia tetap saja kedinginan. Hujan beberapa hari ini seolah tidak pernah berhenti, dia merasakan telapak tangannya yang mengkerut.
Terdengar bunyi langkah kaki lagi, dan kali ini lebih banyak “Sial” gumamnya. Dia memakai sarung tangannya lagi dan bergegas lari, karena hujan tidak lagi turun, dia membuang mantelnya sambil berharap dia bisa menemukannya lagi. Beberapa rumah yang dia perhatikan tidak menunjukan tanda-tanda kehidupan, dia semakin kecewa. Nafasnya terengah lagi, wajar saja, dia baru istirahat sebentar. Dia menuju station wagon yang terparkir depan sebuah rumah, dia berharap semoga ada kuncinya, saat dia sampai sesuatu menariknya ke semak-semak. Dia mencoba meronta tetapi cengkramannya sangat kuat, “Ssst, sebaiknya kau diam” kata seseorang perempuan, dia lalu menutup mulutnya sendiri.
“Kau siapa? Aku Karen” kata perempuan itu
“Aku Percy, salam kenal”
“Dari mana kau dikejar?”
“Hutan. Aku berharap bisa berlindung disana, tapi ternyata mereka menemukanku”
“Mereka zombie, kau ingat kan? Mereka bisa melacak keberadaan kita dengan merasakan panas tubuh”
“Kenapa kita bersembunyi di sini”
“Semak ini dingin, karena hujan mengguyurnya terus-terusan, kita akan aman, percaya padaku”

Lalu langkah kaki semakin dekat, mereka berlari melintasi semak yang ternyata ada dua manusia di dalamnya. Tanpa tahu mereka berlari semakin jauh. Ini adalah zaman dimana zombie sudah meluas. Kalau hidup di zaman ini pasti kalian tahu kenapa tidak boleh keluar tanpa membawa senjata, senjata apapun itu, yang penting dapat membunuh atau membuat kepala seseorang hancur.
Karen berjalan menuju station wagon dan membuka pintunya, dia memberikan percy pistol magnum “Ini, jaga aku. Aku akan berusaha menyalakan mobil”
Mata percy dengan waspada mengamati sekitar, “Karen, apa kau mengerti mobil?” tanya percy, mobil lalu menggeram.
“Apa itu menjawab pertanyaanmu? Ayo masuklah” Karen memegang setir dengan luwes, menurut percy dia pasti seorang montir atau pembalap. Dia merasa bersyukur sekali, karena percy tidak bisa menyetir apalagi memperbaiki mobil. Tapi dengan adanya Karen, percy percaya akan sampai ‘Benteng Jakarta’.

“Hemm jadi, kau berasal dari…?
“Aku bekasi, kau?”
“Aku dari bandung, tadinya kami berlima, namun teman-temanku mati di perjalanan menuju tempat ini” Karen menutup kaca mobil “kaca mu juga tutup”
“Ya” percy menutup kaca
“Jadi, kau orang sini, lantas kenapa kau belum sampai ‘Benteng Jakarta’. Kau tertinggal dengan keluargamu?” Karen mengerutkan dahi
“Tidak” percy menatap tajam jalanan yang tersinari lampu mobil “Semuanya telah meninggal”
“Aku turut berduka”
“Aku juga berduka atas teman-temanmu”
“Yah, memang hidup kita sangat diuji sekarang. Tapi menurutku, Lebih baik mati daripada menjadi Zombie, iya kan?”
“Ya” lalu mereka berdua tertawa
“Kau tahu banyak tentang Benteng Jakarta?”
“Tidak terlalu, aku hanya tahu kalau tempat itu akan memberi kita perlindungan, tempat tinggal, makanan. Hanya itu”
“Oke, aku juga hanya sebatas itu saja, aku tidak tahu banyak”
“Kita akan mencari tempat berlindung kan?”
“Memang kenapa?”
“Apa kau mau menyetir semalaman?”
“Tentu saja tidak” dia diam sejenak “Ya ampun Percy, kau tidak bisa menyetir?”
“Aku masih sekolah, SMA” tegas percy
“Memang aku sudah terlihat tua, aku ini baru dua puluh tahun, hanya beda beberapa tahun darimu, oke”
“Aku tidak bermaksud menyindir”
“Lalu?” dia menengok ke arah percy
“Karen awas” teriak percy sambil menunjuk jalanan, mobil melindas sesuatu, dan Karen mendadak langsung menekan rem. Mereka terbentur bantal pengaman, setelah berusaha menyadarkan diri, percy segera keluar mobil.

Seseorang telah berbaring di bawah mobil, dan hanya terlihat kakinya saja, percy menarik kakinya. Terasa aneh saat percy memegang kakinya, sangat empuk seperti busa, dengan terheran-heran percy menyadari ternyata itu hanya boneka. “Angkat tangan” ujung pistol tepat berada belakang punggung percy, “Jatuhkan pistolmu”, percy menjatuhkan pistolnya. Dari belakang mobil, Karen muncul dengan seseorang juga menodongnya.
“Kami ingin mobilmu, mana kuncinya?” kata pria belakang percy
“Kami tidak pakai kunci, kami, kami..” percy sangat ketakutan saat itu
“Kami mencuri mobil ini, aku bisa mengakali starternya, jadi kami bisa berkendara” celetuk Karen
“OKE, sekarang mobil ini milik kami” dia mengambil pistol magnum percy dan kemudian berjalan masuk mobil, orang yang menodong Karen ikut masuk pelahan, sambil terus mengawasi percy dan Karen. Mereka melenggang pergi. Percy terbaring lemas, dia lebih takut mati dibanding zombie, “Ternyata” gumamnya. Karen masih teduduk kecewa, sekarang harapan untuk selamat kembali menjadi hampir nol. Percy bangkit dan melihat lingkungan sekitar, dia melihat ada sebuah rumah tidak jauh dari tempat dia berdiri.


Dia membuat benteng sementara, mengganjal seluruh pintu dengan benda-benda berat, beruntungnya, pemilik rumah tingkat ini punya persediaan senjata api. Ada Shotgun dan beberapa Pistol, dia membawa semua ke lantai atas.
“Jadi teman-temanmu itu meninggal kenapa? Kalau kau tidak ingin menjawab juga tak apa”
“Beragam” Karen menghela nafas, “Satu yang ingin aku ceritakan, Edri, dia mengorbankan diri demi aku, saat kami terkepung zombie, dia menyuruhku lari, dan kami saat itu tinggal berdua. Edri berkeras menyuruhku berlari, kalau tidak lari dia akan tembak aku”
“Lalu, apa yang kau lakukan?”
“Aku meninggalkannya” Karen terisak
“Edri bersikap benar, dan dia merasa harus melindungimu. Apa dia kekasihmu?”
“Aku tidak punya kekasih” dia diam sejenak “Kalau kau?”
“Hah, aku, tidak mungkin” percy tertunduk “Aku terlalu pengecut, aku bukan pemberani seperti kebanyakan lelaki”
Karen menatap jendela, “Kau berani, cukup berani untuk bisa terus hidup”
“Terima kasih. Sebaiknya kau tidur”
Karen menarik selimutnya dan tertidur beberaa menit kemudian. Percy akan berjaga semalaman, dia melongok lewat jendela, entah kenapa hari ini zombie tidak begitu banyak berkeliaran.


Karen sedang tertidur pulas, saat percy melihat dari jendela kamar atas, sekerumun zombie datang, mereka mulai berusaha masuk. Percy membangunkan Karen dan memberitahu kalau mereka harus segera lari. Dalam sebuah tas besar, percy menaruh beberapa makanan, dan tidak lupa senjata. Mereka menuruni tangga, dan berencana lewat belakang, pintu masuk belum berhasil dijebol. Percy membuka pintu belakang, beberapa zombie langsung berlarian memutar, dengan cepat mereka keluar. Percy menyuruh agar Karen berjalan lebih dulu, sementara percy menembak beberapa zombie yang mengejar.
Percy berhenti sejenak, dia menembakki zombie yang mengejar, suara dentum shotgun berkali-kali berbunyi. Tiba-tiba Karen berteriak, saat percy menengok, Karen sudah terkepung beberapa zombie, percy menembakkan shotgunnya berkali-kali.
“Kau tidak apa-apa” teriak percy
“Iya, terima kasih”
“Sama-sama” gumam percy, dia berbalik dan kaget ketika beberapa zombie sudah dekat sekali dengan dia. Dia menancapkan pisau di kepalanya, karena zombie itu berhasil membuat percy jatuh terlentang. Percy bangkit dan berlari, dia melihat Karen yang ternyata sudah menemukan kendaraan. “Larilah” teriak percy, beberapa zombie bertambah banyak datang dari perumahan dekat situ, mereka memanjat pagar. Percy menengok kanan dan kiri, kalau Karen datang ke sini sudah dapat pasti mereka mungkin akan terjebak. “Larilah, Ada pertigaan dekat sini, yang menuju fly over. Dari sana kau akan bisa melarikan diri” teriak percy lagi, sambil terus menembakki dengan shotgunnya, untung peluru yang ada dalam tas masih cukup banyak. Mobil melaju ke arah percy, “dasar wanita” gumam percy.
“Butuh tumpangan?” dia lalu tertawa. Dengan kesal percy masuk, dia terus menembaki zombie yang mengejar, mereka datang dari arah mana saja. Mobil lalu maju menabrak zombie, mundur sambil menabrak zombie, maju lagi, mundur, maju lagi dan mobil melaju dengan kencang.
“Ini tidak seperti ‘Halilintar’, aku rasa aku mual” percy lalu menunjukan arah kemana Karen harus melaju.
“Jujur saja, aku tidak mendengar teriakan-teriakanmu tadi, haha. Jadi aku menyuruhmu masuk” dia tersenyum sumringah

Karen melajukan mobil dengan cepat. Hampir sampai perbatasan kota bekasi dan Jakarta, mereka menemukan jalan fly over yang ternyata sudah hancur. Saat Karen memutar balik kendaraan, pada depannya, para zombie dengan wajah mereka yang rusak-rusak, telah berkumpul, banyak sekali. Percy hanya tertegun, “Kita turun, ayo” dia memegang tangan Karen, “Percaya padaku”. Mereka berdua keluar dan berlari ke arah fly over yang hancur tadi. Lalu tiba-tiba dari bawah fly over muncul sesuatu yang membuat Karen kaget dan terkesima setelahnya. Helikopter “masuklah” ucap percy
“Percy, kenapa kau tahu ada Helikopter tentara di sini”
“Maaf karen kalau aku tidak memberi tahumu sebelumnya. Tadi malam aku menemukan sebuah ruangan di rumah itu, ruangan itu mencurigakan sehingga aku kira ruang kerja. Pemilik rumah itu tentara, Karen, dan dia punya ruang radio. Aku menghubungi Angkatan Udara ini lewat radio”
“Anak pintar” Karen tersenyum
“Masuklah, cepat!”
Mereka berdua berhasil kabur dan menemukan ‘Benteng Jakarta’ yang pada kenyataannya memang tempat perlindungan untuk manusia yang selamat.

Mereka berdua selamat, entah yang lain. Banyak dari mereka yang terkurung dalam rumahnya karena terlalu takut mati atau menjadi zombie. Bukankah pilihannya ada dua ‘Mati atau Menjadi Zombie’, jika kita selamat dari suatu bencana, suatu saat kita juga pasti mati.


"nasehat ibu tikus"
Kerajaan Tikus yang terletak di langit-langit rumah yang gelap dan pengap dihuni oleh banyak keluarga tikus. Salah satunya seekor ibu tikus yang sedang mengandung.

Ibu Tikus sudah mempersiapkan nama untuk para anaknya yang akan lahir nanti. Lalu setelah beberapa hari, Lahirlah beberapa ekor tikus yang lahir di keluarga apa adanya. Lahir dari rahim seorang ibu yang mengandung selama 30 hari. Bayi-bayi tikus itu diberi nama Paijo, Sukmo dan Trisno yang sudah disiapkan oleh ibu tikus.
Bayi tikus itu lahir dan tumbuh menjadi tikus kecil yang lincah. Suatu hari Paijo hendak bermain dengan teman-temannya.
“Hey Paijo ayo main!”, seru anak para tikus. Para anak tikus sudah berecana pada hari-hari sebelumnya untuk bermain lebih jauh dibandingkan hari kemarin.
“iya tunggu sebentar, kita akan bermain kemana hari ini?”, Tanya Paijo.
“hhmmm…”. sambil berpikir ibu Paijo memanggil dan menyampaikan sesuatu kepada Paijo.
“jangan bermain terlalu jauh Paijo, ingat di luar berbahaya apalagi sampai kau turun ke bawah itu sangat berbahaya karena di bawah sana banyak anak manusia yang akan menangkapmu. Anak manusia itu sudah memasang perangkap disana dan itu akan membahayakan nyawamu”.
Paijo menjawab, “tapi bu kita ini kan anak tikus. Anak tikus yang hebat yang mampu berlari dengan cepat”,
“Jebakan anak manusia lebih berbahaya Nak”, ibu menasehati lagi.
“lalu apa yang harus aku lakuakan jika aku turun ke bawah, Bu?”
“jika kamu terpaksa turun ke bawah, kamu harus berhati-hati dan wasapada akan jebakan yang telah dipasang oleh para anak manusia”, jawab ibu tikus
“iya, bu aku tidak akan bermain terlalu jauh”, jawab Paijo
Lalu Paijo bersama teman dan saudara-saudaranya pergi bermain. Mereka sangat senang dan riang hingga lupa waktu dan segalanya.

Ketika waktu sudah larut malam dan suasana semakin gelap gulita. Setelah lelah bermain meraka terkapar lemas.
“aku lelah sekali”, kata salah satu teman Paijo
“iya aku juga lapar”, mereka saling mengeluh bersahutan.
Salah seekor anak tikus berkata,” bagaimana jika kita cari makanan saja?”
“Seettuujuuu…!”, jawab anak-anak tikus yang lain.

Waktu semakin malam dan lampu rumah anak manusia sudah mulai dimatikan. Menandakan bahwa anak manusia mulai tidur.
Mereka pun akhirnya berjalan turun ke bawah menuju rumah anak manusia. Menyusuri rongga-rongga ruangan dan perabotan rumah anak manusia. Hingga suatu saat salah satu dari mereka melihat sebuah roti. Roti yang terletak di atas meja tanpa ada penutup tersebut. Salah seekor tikus yang pertama kali melihat roti tersebut adalah Sukmo saudara Paijo.
“hey! kalian, lihat disini ada makanan yang sangat lezat!”, teriak Sukmo memanggil teman dan saudaranya.
Gerombolan anak tikus yang sedang kelaparan mencari makanan, lalu berlari menuju sumber suara Sukmo.
“ayo ambil saja roti itu!”, seru Trisno.
“iya, kenapa tidak kau ambil saja makanan lezat itu?”, sahut anak tikus yang lain.
“aku tidak berani untuk mengambilnya”, jawab Sukmo
“kenapa kau tidak berani? Anak manusia sudah tertidur, mereka tidak mungkin tahu.”, sahut Paijo anak tikus yang memiliki tubuh yang paling kecil.
“aku takut, takut jika manusia akan mencariku dan akan memakanku”, kata Sukmo
“tapi bagaimana? Kita sudah benar-benar kelaparan, jika kita tidak memakan roti ini kita tidak akan bisa pulang dan keluarga sudah pasti gelisah dan cemas mencari keberadaan kita”, kata anak tikus yang lain.
“ah itu tidak mungkin. Jika di sini tidak ada yang berani untuk mengambil roti itu aku akan mengambilnya.”, jawab Trisno yang memberanikan diri untuk mengambil roti itu.

Dengan susah payah Trisno berusaha untuk mengambil roti milik anak manusia itu. Trisno terus berusaha dan berusaha terus hingga ia mendapatkannya. Setelah beberapa menit Trisno seekor tikus kecil yang memiliki badan besar tersebut berhasil mendapatkan roti tersebut.
“Hoorree… kita pesta malam ini…!!”, seru segerombolan anak tikus yang sedang kelaparan melihat Trisno mendapatkan sebuah roti. Roti tersebut tidak terlalu banyak tetapi bentuknyalah yang lumayan besar sehingga mampu untuk mengisi perut-perut anak tikus yang kelaparan itu. Bentuknya yang besar itu membuat para anak tikus berebut untuk saling mendapatkan potongan roti. Termasuk ketiga bersaudara Paijo, Sukmo dan Trisno. Mereka bertiga saling berebut, namun akhirnya Sukmo dan Trisnolah yang mendapatkan bagian lebih banyak dibandingkan Paijo. Mungkin karena Paijo yang memiliki tubuh yang paling kecil.

Setelah mereka makan malam bersama dan roti itu sudah habis tak tersisa, mereka merasa kenyang dan mereka pulang dengan selamat dan tidak ada halangan apa pun. Sesampainya mereka sampai di wilayah kerajaan, mereka bingung suasana sangat ramai dan ternyata itu adalah orangtua mereka yang mencari keberadaan mereka.
Keesokan harinya para anak tikus itu merencanakan untuk bermain kembali. termasuk Sukmo dan Trisno. Tetapi berbeda dengan Paijo yang hari ini tidak terlihat.
Ternyata Paijo sedang menyendiri ia malas bermain hari ini karena masih ingat perlakuan saudaranya yang memperlakukan Paijo tidak adil kemarin. Paijo sedih karena ia masih ingin merasakan roti itu dengan kenyang. Paijo benar-benar benci kepada kedua saudaranya.

Paijo lalu pergi ke tempat yang kemarin ia datangi bersama teman-temanya tetapi kali ini ia tidak bermain bersama melainkan pergi sendiri. Ia ingin melakukan apa yang salah satu saudaranaya lakukan yaitu Trisno yang berhasil mengambil roti kesukaannya.
“sebenarnya aku kemarin berani saja hanya untuk mengambil roti tersebut, tetapi karena aku ingat pesan ibu aku takut untuk mengambilnya, katanya anak manusia itu sudah memasang banyak jebakan untuk para anak tikus, tetapi ternyata Trisno tidak kesakitan sama sekali ketika mengambil makanan punya anak manusia itu”, anak tikus yang berbadan paling kecil ini bergumam sendiri sambil menyusuri jalan yang kemarin ia lewati bersama teman-teman.
Paijo masih ingin merasakan roti yang kemarin. Ia pergi menuju tempat diletakkannya roti kesukaannya itu. Tapi di tengah perjalanan ia melihat sebuah roti, yang ia makan kemarin walaupun tak sebesar yang itu, roti ini adalah kesukaanya.
“rejeki memang rejeki, baru di tengah perjalanan saja sudah dapat santapan lezat”, kata Paijo.
Tapi kali ini ada yang berbeda dari kemarin yaitu tempat meletakkan roti tersebut. Tetapi Paijo tidak memikrkan hal tersebut yang ia pikirkan hanyalah roti yang enak. Dengan rasa berani ia nekat mengambil roti tersebut.
“PLAAKK..”
“aaaahhhh… tolong… tolong…”
“kakiku sakit.. tolong..,” setelah terdengar suara yang keras tiba-tiba Paijo langsung merintih kesakitan dan meminta tolong. Paijo lupa akan pesan ibunya bahwa jangan bermain terlau jauh dan sendirian apalagi sampai turun ke bawah. Paijo lupa akan hal itu. Paijo mulai tersadar ketika ia mulai merasa sangat kesakitan.

Tidak ada seekor tikus pun yang datang menolong Paijo. Sampai beberapa menit dan kakinya sudah mengeluarkan darah. Barulah datang dua ekor tikus yaitu Trisno dan Sukmo. Mereka lalu menolong Paijo yang hampir tak berdaya hingga jebakan itu lepas.
Akhirnya mereka bertiga pulang dan menceritakan semuanya kepada ibu tikus dan mulai saat itu mereka bertiga terutama Paijo tidak akan mengulanginya lagi karena dia sudah merasakan betapa sakitnya jebakan yang sudah dipasang itu walau kadang memang menggiurkan dan akan selalu menuruti nasehat orangtua walau kadang itu menyakitkan.

0 komentar:

Posting Komentar